Sakurasou no Pet na Kanojo [bab 1] bagian 5

Tuesday, April 12, 2016

Bab 1
Musim Semi Yang Sudah Lama Berlalu
Bagian 5

Sudah seminggu, hari ini hari Senin … bulan April tanggal 14, diselenggarakan pesta penerimaan murid baru yang membuat suasana sekolah menjadi ramai.


Hari itu juga, promosi dari para klub ekstrakurikuler juga mulai dilaksanakan, akhirnya ada suasana tahun baru yang seharusnya.
Kegiatan mengajar juga dimulai hari Selasa.
Baru saja mulai, tiba-tiba sudah enam mata pelajaran. Dengan tubuh yang belum terbiasaakibat liburan musim semi, rasanya jadi sedikit berat.
Memasuki waktu sore, konsentrasi siswa sudah mulai hilang dan memasuki mode tidur.
Sorata masih bangun karena ia sedang memikirkan desain untuk shooting game-nya nanti.
Karena bisa dibuat sendiri, jadi Sorata memperkecil skalanya, dan target terkecilnya yang penting bisa dimainkan. Kira-kira ada 3 jenis mode permainan, yang pertama adalah mode utama, lalu mode versus, dan yang ketiga mode puzzle yang berwarna.
Sepetinya akan lebih menarik kalau membuat puzzle yang berwarna, tapi saat baru mulailebih baik jangan terlalu serakah. Fokus dulu dengan yang utama, kalau tidak nanti hasilnya tidak akan memuaskan.
Saat sedang berpikir, walaupun sedang jam belajar, tiba-tiba pintu kelas terbuka.
Murid-murid yang sedang dalam mode tidur pun terbangun.
Tatapan semuanya tertuju pada orang yang membuka pintu.
“Oh, Shiina-san, ada apa?”
Koharu-sensei bertanya.
“Aku melupakan sesuatu.’
Mashiro menjawab dengan penuh wibawa.
“Begitu ya, barang apa yang kamu lupakan?”
“Sorata.”
“Aku?”
Selanjutnya, pandangan semua orang tertuju pada Sorata. Nanami menghela napas.
“Apa yang terjadi?”
“Barangmu yang hilang itu Sorata, apa maksudnya?”
“Apa kalian tidak merasa kalau mereka berdua aneh?”
Terdengar suara-suara yang sedang membicarakan Mashiro dan Sorata.
Koharu-sensei dengan seenak hati membalasnya,
“Kalau begitu, ambillah.”
“Tidak, tidak, tidak, mana boleh, Sensei?”
“Ah tidak apa, lagipula Sorata juga tidak serius mengikuti pelajaranku.”
“Walau memang benar, tapi tetap saja jangan dibolehkan!”
“Pokoknya kau maju saja ke sini.”
Koharu-sensei menyuruh Sorata maju ke depan, lalu ia langsung dibawa pergi oleh Mashiro.
“Ah, sebentar, Shiina! Aku belum selesai bicara …”
“Sudah selesai.”
“Kalau begitu, karena pengganggu sudah pergi, mari kita lanjutkan pelajaran.”
“Padahal aku masih ada di sini!”
Sorata yang teriak dalam hati masih tetap tidak ditanggapi.
“Silahkan menikmati~~”
Sambil melihat dua orang yang pergi bersama-sama itu, Koharu-sensei sempat melambaikan tangannya.
Setelah menutup pintu, Sorata dan Mashiro berdiri sejenak di koridor.
“Itu, Sensei, sudah tidak tahan lagi ….”
“Huh, huh, mereka berdua berpacaran?”
Saat ini, terdengar suara Koharu-sensei di kelas, sedang membicarakan hal yang tidak berkaitan dengan pelajaran.
“Harusnya kau tetap mengajar!”
Sorata yang berteriak tetap tidak terdengar oleh mereka yang ada di dalam kelas.

Sorata di bawa ke suatu tempat, yaitu ruang seni.
Setelah membuka pintu masuk ke kelas, ia langsung ditatap oleh empat murid yang ada di dalam, salah satunya Sorata kenal, yaitu Fukaya Shiho. Murid yang tidak ada di sini, sepertinya sedang menggambar di tempat lain.
Baru saja ia memikirkan hal itu, Shiho langsung mengayunkan tangannya yang memegang kuas dan menggambar. Tapi cat airnya berserakan dimana-mana karena ia mengayunkannya secara sembarangan.
“Huwaaa, kenapa bisa begini!?”
Shiho panik.
“Apa yang dia lakukan, sih ….”



“Shiina, sekarang jelaskan padaku, kenapa kau membawaku ke ruang seni?”
“Jurusan seni. Tugas. Menggambar orang.”
“Kenapa kau menjawab dengan terpotong-potong … huh? Menggambar orang?”
Kemungkinan yang bisa dipikirkan dari kata-kata tadi hanya satu.
“Jangan-jangan kau mau memintaku jadi model?”
“Ya, benar.”
“Serius?”
“Serius.”
“Aku tolak.”
“Aku tolak.”
“Apa kau sedang menolakku!?”
“Ya.”
Mashiro memberi tekanan dengan matanya yang polos itu.
Kalau begitu habis sudah, Mashiro yang sudah membulatkan tekad, artinya tidak ada tawar menawar lagi. Kalaupun kabur ke kelas, pasti dia akan mencari lagi.
Kalau begitu, terima saja lah permintaannya itu, lalu menyelesaikannya dengan cepat. Kalau Mashiro yang menggambar, mungkin akan lebih cepat.
“… Baiklah, aku terima. Jadi, apa yang harus aku lakukan?”
“Lepaskan.”
“Maksudmu telanjang!?”
“Bukan.”
“Kalau begitu, buat apa dilepaskan?”
“Homoeopati.”
“Homoeopati apa, jangan menggunakan istilah yang aneh-aneh!”
“Pergi ke sana.”
Mashiro yang menggambar di dekat jendela, menggunakan kuasnya untuk menunjuk ke depan kelas.
“Kalau boleh, apa bisa di tempat lain?”
Karena dari tadi terus diserbu tatapan dari murid lain, makanya Sorata ingin ganti tempat.Shiho sampai menyerah melukis lagi dan terus memandang Sorata.
“Kalau begitu, sana.”
Kali ini, Mashiro menunjuk ke atas meja.
“… Kalau begitu, dengan berat hati aku memilih kelas bagian tengah saja.”
Sorata dengan pasrah memilih tempat yang ditunjuk Mashiro.
“Kalau begini boleh tidak?”
“Boleh.”
“Perlukah aku berpose?”
“Tidak perlu.”
“Sungguh sebuah kabar baik.”
Mashiro menaruh kanvasnya di bingkai.
“Kira-kira aku akan berdiri berapa lama?”
“Kira-kira sebulan.”
“Lama sekali! Memangnya kau biasa melukis selama itu?”
Paling lama pun pasti cuma sekitar dua minggu.
“Kali ini aku akan melukis dengan serius.”
Saat teman sekelas Mashiro mendengarnya mengatakan hal itu, semuanya langsung terkejut. Padahal lukisannya sudah sangat bagus, tapi ternyata selama ini dia belum serius… mungkin itu yang dipikirkan oleh teman sekelas Mashiro sekarang.
“Dari dulu kau juga serius kan? Jangan kompromi soal itu.”
Padahal sudah sangat hebat, tapi masih minta bantuanku.
“Aku akan melukis dengan sangat serius.”
“Jangan keras kepala seperti anak SD!”
“Aku anak SMA”
“Jangan serius dengan ucapanku yang tadi! Aku hanya bercanda! Dan ngomong-ngomong, aku bukan peri, aku tidak bisa tidak bergerak selama sebulan, aku tidak percaya akan terus berdiri, bagaimana ini?”
“Ah, begitu ya…”
“Kalau begitu, boleh duduk.”
“Kalau begitu kenapa tidak pakai foto saja?”
“Tidak boleh.”
Mashiro menjawab dengan cepat.
“Memang sebuah kabar buruk, sayang sekali ….”
“Sorata harus terlihat hidup baru akan bagus gambarnya.”
“Apa tidak ada cara lain ….”
“Apa harus Sorata yang terlihat ‘segar’ baru bagus gambarnya?”
“Aku rasa itu lebih buruk lagi!”
Walau tidak tahu apa yang dipikirkan Shiho, tapi sepertinya setelah dengar kata ‘segar’ wajahnya memerah.
“Sepertinya memang harus Sorata yang segar, baru akan terlihat lebih bagus.”
“Kau kira aku ikan huh? Hoi!”
“….”
“Tolong jangan diam lagi, cepatlah kosentrasi dan melukis … pandangan teman-temanmu itu rasanya sakit, sampai-sampai sakit ke dalam hati, serius.”
Mashiro mengambil arang dari kotak kayu, dan sepertinya dia sedang ‘merasakannya’.
“Ah sudahlah, tidak apa-apa.”
“Hoi, hoi, Kanda-kun.”
Shiho mendekatkan tubuhnya ke Sorata yang sudah tidak bertenaga lagi, dan bertanya dengan suara yang kecil.
“Ada apa?”
Sorata juga ikut mengecilkan suaranya. Walaupun begitu, karena ruang kelas seni sangat tenang, orang lain mungkin masih dapat mendengarnya. Sepertinya banyak orang yangsedang menguping pembicaraan mereka.
“Apa kau berpacaran dengan Shiina-san?”
“….”
Karena itu merupakan pertanyaan yang sudah sering di tanyakan, Sorata dengan kecewa melihat Shiho.
“Ah, itu merupakan pandangan mata yang sedang melihat orang bodoh.”
“Bukannya sebelumnya aku sudah pernah menjawabnya?”
“Heh~~~tapi kan sudah lama sejak waktu itu, siapa tahu ada kejadian yang menyebabkan kalian berdua semakin dekat?”
“Tidak mungkin ada.”
“Belum mulai berpacaran.”
Karena ia kira Mashiro tidak mendengar pembicaraan mereka berdua, jadi Sorata keceplosan.
“Oh! Karena ‘belum’, jadi maksudnya sebentar lagi akan mulai?”
Matanya Shiho mulai berbinar-binar.
“Hei, Shiina, jangan ngomong hal yang bisa buat orang lain salah paham.”
“….”
Sekali lagi, Mashiro fokus ke kanvasnya, dan tidak mendengar Sorata berbicara.
“Kau pasti sengaja!”
Terima kasih karena itu, sekarang Shiho dan empat murid lainnya memandang Sorata lagi, seperti meminta penjelasan lebih lanjut. Sorata yang berada di situasi ini cuma bisa menghela napas.
Tidak lama kemudian, pintu kelas terbuka, Chihiro-sensei berjalan masuk.
Chihiro-sensei sepertinya menyadari adanya kehadiran Sorata dan meliriknya.
“Apa yang kau lakukan?”
“Sepertinya menjadi model lukis.”
Sorata memindahkan pandangannya ke Mashiro, seperti meminta Mashiro untuk menjelaskannya ke Chihiro-sensei.
“Ah, begitu ya.”
Tapi, Chihiro seperti sudah tidak tertarik lagi dan duduk di kursi dekat sudut kelas. Iamulai menguap dengan mulutnya yang terbuka lebar itu.
“Chihiro-sensei, apa Anda tidak lupa menanyakan hal seperti ‘apa kau tidak perlu belajar’?”
“Pokoknya kau bolos kelas kan? Cukup lihat juga sudah bisa tahu. Itulah kenapa murid Sakurasou sangat membuat kami para guru pusing.”
“Harusnya aku yang pusing karena dianggap seperti itu!”
Ia bolos bukan karena ia ingin.
“… Apa ini salahku?”
“Benar.”
“Shiina jangan malah terlihat seperti mengakuinya! Ngomong-ngomong, aku sudah bolehkembali ke kelas kan? Sekarang aku kembali ya? Bagaimanapun, tidak boleh bolos pelajaran. Masalah model minta Chihiro-sensei saja.”
Setelah Sorata selesai berbicara, Mashiro tampaknya tidak begitu senang.
“Sorata memperlakukanku dengan kasar, tapi memperlakukan Nanami dengan lemah lembut.”
“Ka-kau ngomong apa?”
Karena di depan semuanya, detakan jantungnya jadi bertambah cepat lagi.
“Akhir-akhir ini, bagian sini terasa aneh.”
Mashiro memegang dadanya.
“Setiap melihat Sorata, terasa aneh.”
Ia memandang Sorata dengan tatapan penuh kebingungan.
“Tidak begitu mengerti, terasa sesak.”
Walau ekspresi Mashiro tidak membuatnya terlihat sedang menderita, tapi wajahnya memerah, seperti sangat malu. Sorata juga berdebar-debar karna berbagai alasan tadi. Walau sebelumnya sudah tahu, tapi Mashiro yang hari ini membawa sedikit kehangatan, terlihat lucu.
“Jadi aku memutuskan untuk melukis.”
“….”
Sorata tiba-tiba teringat hal yang terjadi empat hari yang lalu …. Waktu itu Mashiro bilang akan menyusun strategi. Walau terlihat sedang bercanda, tapi sepertinya ia serius.Situasi saat ini, mungkin hasil pemikirannya selama empat hari.
Kalimat yang diucapkan Mashiro selanjutnya, membuktikan bahwa kesimpulannya benar.
“Entah kenapa aku rasanya mengerti perasaan yang sesak ini saat melukis Sorata.”
Walau Sorata sudah menebak dengan sangat benar, tapi Sorata tidak merasa bangga sedikitpun. Sama sekali tidak ada tenaga untuk bangga, dan wajahnya mulai memerah.
Sorata sudah mengerti alasan sebenarnya mengapa Mashiro merasa sesak …. Mashiro mencoba mencari jawabannya dengan melukis Sorata … dengan melukis perasaannya, karena ia tidak pandai dengan kata-kata ataupun perbuatan.
“Sekarang yang aku ingin lukis hanya Sorata seorang.”
Empat murid yang termasuk Shiho didalamnya, semua sudah berhenti melukis, merekaseperti ditahan oleh sesuatu dan berkonsetrasi ke pembicaraan antara Sorata dengan Mashiro.
Tidak bisa lari ke mana-mana, kalau Mashiro sudah sampai bicara begini, tidak bisa ditolak lagi.
“Iya iya, aku akan jadi model, akan kulakukan.”
Mashiro dengan caranya sendiri terus melangkah maju, Sorata tentu tidak boleh menghalanginya. Walau menurut Sorata , itu merupakan pengertian yang berbeda bagi dia ….
“Tapi, tidak boleh saat jam pelajaran, tunggu saja jam istirahat.”
Mashiro menganggukkan kepala.
“Aku mengerti.”
“Terima kasih karena sudah mengerti.”
“Dengan demikian, aku dan Sorata sudah melewati garis itu.”
Mashiro dengan berani mengatakannya, dan Shiho berteriak dengan senang, murid yang lain juga menutup telinga, memutar badannya dan mengeluarkan suara yang aneh.
“Ka-kau ngomong apaan di tempat umum begini! Bo-bodoh! Bu-bukan begitu! Yang dikatakannya tadi bukan begitu! Kalau ada yang mendengar percakapan kami yangsebelumnya pasti akan mengerti!”
Sorata dengan mati-matian menjelaskannya, tetapi para murid jurusan seni langsungkembali ke tugas mereka masing-masing sambil saling berbisik.
“Bagian ini harus bagaimana?” “Ah pusing sekali, aku tidak tahu mau memberi warna apa.”
Sepertinya memang lebih baik meninggalkan tempat ini dengan cepat.
“Baik, sekarang aku kembali ke kelas dulu.”
Mashiro mengantar Sorata keluar ke kelasnya.

Saat pulang sekolah, karena kejadian di ruang kelas seni, Sorata dihadapkan dengansebuah pilihan yang sulit. Kejadian ini terjadi setelah selesai piket, Mashiro dan Nanami mencari Sorata di saat yang bersamaan.
“Sorata, datanglah ke ruang kelas seni.”
“Kanda-kun, apa bisa menemaniku latihan?”
“Hn.”
“Hn?”
Mashiro dan Nanami saling memandang.
“….”
“….”
Di antara Mashiro dan Nanami, seperti terlihat percikan api yang kecil, dan di saat yang bersamaan, mereka memandang Sorata.
“Sorata, pilih mana?”
“Kanda-kun, bagaimana?”
“Situasi apa ini …. Se-sebentar, tenangkan dirimu dulu.”
“Aku selalu tenang kok.”
“Ya.”
“Yang panik itu Kanda-kun mungkin.”
“Benar.”
“Ah, Onii-chan~~”
Di situasi seperti ini, terdengar suara orang bodoh. Ternyata Yuuko. Kalau biasanya Sorata pasti berpikir bertambah lagi masalah … tapi saat ini Sorata menganggapnyasebagai penyelamat. Sepertinya hanya keluarga yang mempunyai hubungan darah yang bisa diandalkan saat ketemu jalan buntu.
“Yuuko, ada apa?”
“Hn, hn, walau sedikit susah untuk mengatakannya ….”
“Ah, jangan khawatirkan itu, bilang saja, kita kan kakak beradik yang mempunyai hubungan darah.”
“Kalau begitu, aku bilang sekarang ya …. Onii-chan, sekarang kencanlah dengan Yuuko!”
“Jangan membuat situasi ini menjadi lebih kacau lagi!”
Pokoknya harus memberi Yuuko pelajaran dulu supaya dia diam.
“Ah Onii-chan, sakit tahu! Apa ini yang namanya kasih sayang!?”
“Sorata.”
“Kanda-kun.”
Mashiro dan Nanami memaksa Sorata memilih.
“Ah, apa harus aku yang pilih?”
Apa tidak bisa berurutan?
Sesaat Sorata berpikir begitu, handphonenya berbunyi.
----- Sorata, program utamanya sudah selesai.
Email dari Ryuunosuke.
“Sorata.”
“Kanda-kun.”
“Onii-chan!”
----- Cepat ke sini!
Ternyata aku memang populer ya!

Bulan April tanggal 12
 Hari ini, rekor pertemuan di Sakurasou tertulis:
----- Aku kira hubungan kami akan terus begini. Tapi ternyata tidak, malah terbalik, setiap orang sudah mulai berubah saat ini …. Sorata-sama baru sedikit menyadarinya.
Tulis Maid-chan.
----- Akasaka~~! Kenapa kau menambahkan fungsi yang aneh pada Maid-chan!
Balas Kanda Sorata.
----- Bisa mendapat pujian darimu merupakan kehormatanku.

Balas Akasaka Ryuunusuke

0 comments:

Post a Comment