Sakurasou no Pet na Kanojo [bab 1] bagian 4

Tuesday, April 12, 2016

Bab 1
Musim Semi Yang Sudah lama Berlalu
Bagian 4

Pesta penerimaan Iori selesai sekitar pukul 11 malam. Seperti biasa, shabu-shabu yang dimasak Misaki itu shabu-shabu kare, tapi karena Sorata dan yang lain baru selesai makan malam, jadi hampir semuanya dihabiskan oleh Misaki. Walaupun awalnya Iori gugup di Sakurasou, tapi lama kelamaan, dia pun mulai cocok dengan Sakurasou dan terbiasa.


“Ah~~ Misaki-senpai, itu dagingku! Daging!”
“Semua daging yang ada di dunia ini, akan aku makan!”
Yah, situasi seperti ini, sepertinya Sorata tidak perlalu khawatir.
“Bagaimanapun, Iori-kun memang sejak awal harusnya masuk ke Sakurasou.”
Nanami pun mulai berpikir begitu.
Sorata menyetujuinya dari dalam hati.
Setelah pesta penerimaan yang meriah selesai, Sorata dan Nanami mulai beres-beres.Setelah itu, Sorata berjaga di depan pintu ruang ganti. Bercandaan Chihiro-sensei ternyata menjadi kenyataan juga.
Misaki memaksa Nanami ke ruang ganti, dan Mashiro juga berada di dalamnya. Tiga anak perempuan yang sedang mandi bersama, terkadang terdengar suara mereka yang sedang bersenang-senang dari dalam. Tidak, yang sangat senang itu Misaki, Nanami malah terus menjerit.
“Hari ini Sakurasou juga damai ya ….”
Sorata duduk di koridor, memegang buku naskah yang diberikan Misaki tadi.
Kalau boleh, ia ingin tukar peran ke orang lain. Tapi Nanami pernah bilang ‘lebih baik daripada latihan sendiri’, jadi rasanya ingin membantunya sebisa mungkin. Dan di hari saat Nanami bilang  ‘aku akan terus berusaha’, ia sudah janji akan berusaha bersama-sama. Sorata juga merasa ingin menyemangatinya sebisa mungkin, berharap kerja kerasnya suatu hari akan membuahkan keberhasilan.
Jadi, kalau sudah memutuskan hal itu, ya lakukan saja lah. Dengan tidak merepotkan Nanami, pokoknya berusaha sebaik mungkin!
Sorata memeriksa naskahnya.
Saat itu, kucing yang mirip dengan kucing Amerika yang bulu nya pendek, Asahi,mengeong dan mendekati Sorata.
“Asahi, ada apa? Apa kau ingin jadi partner latihanku?”
“Meow~~”
“Begitu ya. Kalau begitu, mohon bantuannya ya.”
Sorata mengangkatnya dan membuatnya duduk berhadapan.
“Baik, kalau begitu, mulai. ‘Kau tiba-tiba ingin memberitahuku sesuatu … apa itu?’”
“Meow~~”
Awalnya berjalan lancar, walaupun tetap merasa malu, tapi ia sudah tidak gugup lagi.
“‘Begitu, ya.’”
“Meow~~”
“‘Aku juga mempunyai perasaan yang sama. Aku juga … selalu menyukaimu.’”
“Meong~~”
“Huh? Ternyata gampang juga mengucapkannya.”
Tadi ia gugup karena kata ’menyukaimu’ , sampai-sampai wajahnya memerah.
“‘Aku juga, mempunyai perasaan yang sama. Aku juga … selalu menyukaimu.’”
Kali ini juga bisa ngomong dengan lancar, tidak kaku juga.
“Oh, sekarang aku sudah tidak takut dengan kelemahanku.”
Saat Sorata sedang merasa puas, dari kamar mandi terdengar suara jeritan yang keras.
“Huwaaaaaa!”
Tidak salah lagi, itu suara Nanami.
“Hei, hei, Aoyama, ada apa?”
“Sorata, terjadi masalah besar.”
Yang membalas itu adalah Mashiro.
“Masalah apa?”
“Dada Nanami bertambah besar lagi.”
“Huh?”
Jadi yang dimaksud masalah besar adalah ini?
“Ja-jangan ngomong sesuatu yang aneh!”
“Itu kenyataan, aku mengeceknya sendiri dengan memegangnya.”
Suara jeritan tadi, sepertinya karena Mashiro memegang dada Nanami.
“Hmm, tidak buruk, Nanami-chan! Tapi aku tidak akan kalah denganmu!”
“Aku mana bisa menang sama Misaki-senpai!”
Memang … level Misaki agak beda dengan yang lain.
“Nanami curang.”
“Kan sudah aku bilang, ngomong saja ke Misaki-senpai … itu, Mashiro kenapa memegang dadaku lagi!”
“Karna rasanya enak.”
“…”
Sorata tidak tahan dan menelan ludahnya sendiri. Apa benar-benar enak ya ….
“Kouhai-kun, apa ingin memegang dada juga?!”
“Kalau begitu, aku terima saja kebaikanmu, Misaki-senpai!”
“Ti-tidak boleh!”
Reaksi Nanami sampai ingin menangis.
“Aku rasa kau sudah tahu, tadi aku hanya bercanda!”
“Jangan hanya mendengar suaranya lalu membayangkan yang tidak-tidak, ya!”
“Belum juga membayangkan yang tidak-tidak ….”
“Jadi selanjutnya bakal membayangkan yang tidak-tidak?”
“Ti-tidak!”
Sorata berteriak dengan keras, tapi setelah itu melanjutkan dengan suara kecil lagi.
“Mu-mungkin ….”
Sebenarnya ia sudah mulai membayangkannya ….
“Ti-tidak perlu berjaga lagi, Kanda-kun pergi saja!”
Kalau dilanjutkan lagi, Nanami sepertinya bakal benar-benar menangis.
“Kenapa ikut-ikut terseret ke dalam masalah ini … hufh~”
Sorata menghela napas dan berdiri.
Dengan tidak sengaja Sorata berjalan sampai ke kamar nomor 103, kamarnya Iori. Ternyata dia tidak mengintip, apalagi tidak ada tanda-tanda dia keluar dari kamar, mungkin sudah tidur.
Atau sedang merapikan barang bawaannya? Di pesta penerimaan tadi, ada perusahaan pindah rumah yang berlogo badak membawa banyak barang bawaan ke dalam.
“Cek sebentar, ah.”
Mungkin bisa membantunya merapikan barang bawaannya, juga sekalian ngobrol dengan dia. Bagaimanapun juga nanti mereka akan hidup bersama. Ia juga penasaran kenapa dia tidak mau bermain piano lagi.
Sorata berdiri di depan pintunya, dan mengetuk pintu kamarnya dua kali.
“….”
Tidak ada tanggpan.
“Woi~~”
“….”
Tetap tidak ada tanggapan.
“Aku buka pintunya ya~~?”
Setelah memberi salam, Sorata langsung membuka pintu. Pintunya tidak dikunci dan terbuka  dengan mudah.
Sorata melihat Iori.
Dia duduk di bagian sudut di samping piano, sedang berlatih piano dengan serius.
Sorata masih ingat orang yang tadi membawa sesuatu yang besar, ternyata piano.
Tapi yang paling penting, tidak terdengar suara piano, soalnya ia hanya menekan dengan pelan.
Sorata membuka pintu dengan lebar dan masuk ke kamar.
Iori sama sekali tidak sadar ada Sorata, dia terus bermain. Di telinganya terpasang headphone yang tertulis ‘HAUHAU’ , kabel headphonenya langsung terhubung dengan pianonya. Apa ini yang namanya keyboard?
Sorata melihat wajah Iori sebentar, ekspresinya sedikit terlihat sedih dan tidak rela, seperti dia tidak begitu rela menyerah pada piano dan pindah ke divisi reguler. Sorata melihatnya dengan segenap hati, dan tidak bisa mengalihkan pandangannya, dan rasanya dia seperti Mashiro yang sedang serius dengan komiknya.
Kamar yang sepi. Dan di saat yang sama, Sorata menyadari seperti ada yang memandangnya.
“Huwa!”
Karena terkejut Sorata sampai mundur selangkah. Di depan matanya adalah seseorang yang terkenal di sejarah, Sorata juga mengenalnya. Dia adalah Bach yang sering terlihat di ruang musik.
“Dibandingkan dengan barang bawaannya yang lain, kenapa dia menempel gambar Bachdulu?”
Penuh misteri.
“Huwo! Senpai, kalau kau sedang di sini kasih tahu dong!”
“Ah, maaf karena langsung masuk ke kamar. Tapi tadi aku sudah mengetuk pintu.”
“Ah, begitu ya? Kalau begitu maaf.”
Iori sepertinya sudah selesai bermain, dan dia melepaskan headphonenya. Terlihat tulisan‘HAUHAU’ di headphone itu.
“Ah, ini ya? Ini dari Nee-san. Padahal dia sangat suka, tapi dia bilang ‘bagaimanapun aku tidak membutuhkannya lagi’….”
Mungkin karena julukan yang diberikan Misaki, sekarang misteri nama HAUHAU sudah terpecahkan.
“Ngmong-ngomong, kamarmu bagus juga.”
“Kok?”
“Beru pertama kali aku melihat ada orang menempel poster Bach di kamar.”
“Dia itu Father of Music, lho. Makanya aku tempel.”
Mata Iori berbinar, Sorata merasa kalau Iori terobsesi dengan Bach.
“Ah, apa saat malam tidak terasa menyeramkan?”
“Apa Kanda-senpai juga ingin menempel satu di kamar? Nih, aku masih ada cadangan.”
Iori berusaha mencari di barang bawaannya, dan akhirnya menemukan segulung poster.
“Ini, untuk Senpai.”
“Bisa tidak kau jangan memberiku poster ini dengan tatapan yang polos itu?”
Memang hebat orang yang di hari pertama sudah dimasukkan ke Sakurasou ini. Pantas, di bagian ini terasa aneh.
Sorata mengalihkan pandangannya ke arah piano.
“Bisa latihan dengan keyboard?”
“Ah, ini ya? Pakai pada saat malam hari sangat enak loh, suaranya tidak bocor, tapi karena nadanya tidak begitu bagus jadinya kurang cocok untuk dipakai latihan, tapi saat ingin berlatih tinggal menekan, jadi aku lumayan suka. Dipakai untuk membuat lagu juga enak, kalau mau piano yang bagus juga bisa bermain di sekolah.”
“Walaupun kau ini bilang tidak ingin jurusan musik, tapi kau sendiri sangat menyukai musik.”
Padahal cuma sebuah ucapan yang keceplosan, tetapi Iori kembali sedih, menurunkan kepalanya sedikit, dan memandang ke bawah.
“Maaf, aku sudah keceplosan tadi.”
“… Kanda-senpai.”
“Hn?”
“Kau bilang kau kenal kakakku kan?”
“Huh? Hn, yah, walau cuma pernah ketemu beberapa kali sih.”
Saat tadi pesta penerimaan ada obrolan sedikit tentang kakak Iori.
“Menurut Senpai, kakakku bagaimana?”
Iori bertanya dengan serius.
“Bertanya bagaimana, sih … hm … dia cantik.”
Karena Sorata tidak tahu mau menjawab apa, jadinya menjawab seadanya.
“….”
Iori melebarkan matanya, dan terdiam sejenak.
“Huh? Cuma begitu? Kalau dari segi musik?”
“Oh, aku kira apa, ternyata segi musik? Maaf, aku tidak pernah mendengarnya bermain piano.”
“Begitu, ya?”
“Hn, walau pernah dengar dia membuatkan musik untuk anime Misaki-senpai, tapi apa itu yang namanya Live Performance? Kalau itu aku tidak mendengarnya dengan serius, jadi maaf ya.”
“Tidak apa apa, begitu ya, karena Senpai tidak tahu, makanya ….”
“Hn?”
“Ti-tidak ada apa-apa! Itu merupakan masalahku sendiri.”
“Karena kau bilang begini, jadinya malah makin penasaran.”
“Benar, tidak ada apa-apa, dan ngomong-ngomong, ada apa Senpai sampai datang ke kamarku?”
“Awalnya sih mau bantu merapikan barang bawaanmu … tapi, sepertinya sekarang tidak perlu.”
Kalau sekarang membongkar kardusnya, mungkin malah bakal jadi lebih kacau dan lebih tidak rapi lagi, dan Iori sendiri juga sepertinya belum mau merapikan barang bawaannya.
“juga, cuma ingin menyapamu saja. Mulai hari ini mohon bantuannya, Himemiya.”
“Harusnya aku yang harus mohon bantuan, hahaha.”
Tapi, akhirnya Sorata tetap tidak terbiasa dengan panggilan ‘Himemiya’, rasanya seperti memanggil marga kakaknya, Saori.
“Jadi, apa aku boleh memanggilmu dengan panggilan ‘Iori’?”
“Huh?”
“Karena memanggilmu dengan panggilan ‘Himemiya’ seperti kurang enak, rasanyaseperti memanggil kakakmu.”
“Kalau begitu, apa aku boleh memanggilmu dengan panggilan ‘Sorata-senpai’?”
“Hn, boleh.”
Suasana hati yang senang tapi juga kacau. Di saat pertama kali bertemu, Sorata ingin Ioritidak memanggilnya dengan ‘senpai’, tapi sekarang rasanya ia sudah sedikit mengerti.Lagipula saat dia memanggil Jin dengan sebutan senpai, rasanya aneh. Tapi lama-lama nanti pasti terbiasa, haha.
“Kalau begitu, selamat malam. Besok masih sekolah, tidurlah lebih awal.”
“Siap!”
Iori menjawab dengan semangat, lalu melihat Sorata sampai di ujung koridor.Selanjutnya, terdengar suara yang sepertinya memanggil namanya lagi.
“Kanda-kun? Tidak ada di sini?”
Yang memanggil itu adalah Nanami.
“Ada apa?”
Setelah Sorata meninggalkan kamar Iori, ia langsung menuju ke kamar ganti. Di dalam, Nanami hanya memakai handuk untuk menutupi tubuhnya. Melihat Nanami yang baru selesai mandi, rambutnya yang masih basah, tubuhnya yang masih sedikit berasap, terlihat sangat menggoda.
“Ka-karena Sorata tidak menjawab, makanya aku memanggilmu.”
Ia tidak begitu mengerti situasinya.
“Ya-yang menyuruhku pergi kan Nanami ….”
“Ma-makanya aku tidak bilang itu salah Kanda-kun.”
Suara Nanami terdengar seperti sedang mengoceh dan sedikit marah.
Selanjutnya terdengar suara Misaki yang sedang bernyanyi sampai menutupi suara Nanami. Dari suaranya, sepertinya dia masih di kamar mandi. Apa yang dilakukan Mashiro sekarang?

“Apa kau sudah latihan dengan benar?”
Nanami bertanya.
“Aku sudah latihan. Mungkin tidak ada masalah lagi.”
Karena tadi latihannya berjalan dengan lancar.
“Kau terlihat percaya diri sekali, ya.”
“Hn, jangan kira aku masih seperti tadi, ya.”
“Aku tidak akan berharap banyak.”
“Tunggu saja.”
“Kalau begitu, tunjukkanlah hasilnya. Silahkan.”
Sorata menarik napas sejenak, dan mulai mengatakan dialog yang sudah ia hafal tadi.
“‘Kau tiba-tiba ingin memberitahuku sesuatu … a-a-a-a-apa itu?’”
Baru kalimat pertama, sudah kacau.
“….”
“….”
Selesai.
“bu-bukan begitu!”
“Belum juga aku bilang apa-apa.”
Suara Nanami terdengar sudah tidak tahan lagi, juga terdengar dingin.
“Padahal tadi aku latihan dengan Asahi lancar-lancar saja.”
“Oh—kalau begitu, kenapa sekarang tidak bisa?”
Nanami bertanya dengan tidak memberi belas kasihan.
“Ka-karena … mungkin karena lawan bicaranya adalah Aoyama.’
“Oh ternyata salahku ya, hmm~~”
“Bukan begitu maksudku.”
“Kalau bukan, apa maksudmu?”
“I-itu, maksudnya…..”
“Maksudnya?”
“Walau tahu cuma sebuah latihan, tapi bagian ini asli terasa seperti Aoyama akan menyatakan cinta padaku, makanya jadinya canggung begini!”
“Huhh! Ka-kau omong apaan?”
“Aku bilang aku tahu cuma sebuah latihan!”
“I-iya.”
“….”
“….”
Walau tidak mengeceknya dengan cermin, tapi aku yakin saat ini pasti wajahku sedang memerah. Mukaku terasa panas, telingaku terasa panas, leherku terasa panas … tiba tiba keluar banyak keringat.
“I-itu, Kanda-kun.”
“A-apa?”
“Kau bilang merasa malu, itu artinya kau tidak membenciku?”
“Huh?”
“Emm … maksudnya, apa kau mengakuiku?”
Nanami menjawab dengan suara yang kecil sekali.
“Oh, em … hn, hn.”
“….”
“….”
“….”
“A-ayo latihan sekali lagi!”
Untuk menenangkan situasi, Nanami berbicara dengan keras.
“Be-benar juga, ka-kalau begitu,  ayo mulai dari awal.”
Saat Sorata mengatakannya, tiba tiba dia terpental karena Mashiro yang membuka pintunya dengan keras.
“Hoi, Mashiro, tunggu sebentar! Aku masih mengganti baju.”
Sorata dengan tidak sengaja melihat ke dalam dan terlihat paha Nanami yang baru setengah memakai celana panjang piyamanya. Sorata pun dengan cepat menutup pintunya.
“Hoi Shiina! Kenapa kau perlakukan aku seperti itu?!”
“Soalnya Sorata terlihat senang.”
“Ka-Kanda-kun?”
“Bu-bukan! Aku bukan tidak ingin senang, aku bukan tidak ingin melihat … aaah,  apa yang aku bicarakan dari tadi!”
Karena berlatih naskah, suasana langsung menjadi aneh.
“Kanda-kun, jangan mengatakan apapun lagi.”
“Maaf! Aku benar-benar minta maaf!”
“A-aku tahu!”
“Walau Sorata berpikir begitu, aku juga punya pikiranku sendiri ...”
“tunggu sebentar? Apa yang kau maksud dengan berpikir begitu?”
“Berpikir begitu, ya … berpikir begitu.”
“Jadi maksudnya berpikir begitu?”
“Aku juga punya pikiranku sendiri.”
“Huh? Tidak memedulikan pertanyaanku dan berbicara terus?”
“….”
Mashiro dengan diam menyatakan bahwa dia sedang tidak senang.
“Aku mengerti, aku mengerti. Yang  tentang ‘berpikir begitu’ lupakan saja. Tapi kaubilang punya pikiran sendiri, apa yang kau ingin lakukan?”
“Memikirkan strategi.”
“Itu dipikirkan nanti saja.”
“Kanda-kun! Kau membuatku susah mengganti baju karena berada di depan pintu, cepatlah kembali ke kamarmu!”
“Ba-baik.”
“Sebelum itu Sorata, keringkan rambutku dulu.”
Mashiro sepertinya memang merasa tidak senang, dia mengeluarkan hair dryer.
“Apa itu sikap untuk meminta tolong pada orang lain!?”
Saat ini, Misaki tetap gembira dan bernyanyi.
Dan begitulah, malam pertama saat naik ke kelas tiga, diam-diam berakhir.

Tapi, masalah belum selesai.
Larut malam sekitar jam dua, Sorata mendengar suara berteriak yang keras dan bangun dari tempat tidurnya.
“Uwaaaaaa!”
“Uwo! Apa yang terjadi?!”
Sorata bangun dari tempat tidurnya dan langsung menuju koridor, melihat Iori yang ketakutan.
“A-ada apa?”
“So-sorata senpai! Mu-muncul! Di-dia muncul!”
“Apa kau sudah mengompol?”
“Aku berhasil menahannya … ta-tapi, bukan begitu maksudku! Di-di-di sana! Kamar itu!”
Iori menunjuk satu kamar dengan jarinya yang bergetar.
“A-ada hantu wanita! Dia dengan halus memasuki kamar itu, uwaaaa!”
“….”
“Se-serius! Aku melihatnya dengan kedua mataku sendiri!”
Sepertinya memang sangat takut. Iori terus memeluk pinggang Sorata.
“Jangan khawatir, tenang saja.”
“Sorata-senpai!”
Iori lebih kuat memeluk pinggang Sorata.
“Iori … yang kau lihat itu bukanlah hantu. Dia tinggal di kamar nomor 102 … dia juga sama sepertiku yang merupakan siswa kelas tiga, namanya Akasaka Ryuunosuke.”
“Huh?”
“Dan ngomong-ngomong, dia laki-laki.”
“Tapi dia itu cantiknya luar biasa.”
“Hn, tapi itu kenyataannya.”
“Dunia ini memang aneh!”
Walaupun dia seperti memahami dengan cara yang aneh, tapi yang penting dia sudah tahu.
“Woi, kalian ribut apa?”
Saat percakapan selesai, Chihiro-sensei keluar dari kamarnya.
“Uwaaaaaaaaaaa! Hantu yang tidak beralis!”
“Kanda, bosan hidup ya?”
Begitulah, sekarang sudah sangat malam.

Bulan April tanggal 8.
Rekam pertemuan yang tertulis seperti itu di Sakurasou.
… Siswa kelas satu jurusan musik, Himemiya Iori, tinggal di kamar nomor 103.
… Ada penghuni baru, hari berbahagia di Sakurasou di mulai lagi hari ini … Sorata sama begitu ingin melihat –
Tulis Maid-chan.
----- Bisa tidak jangan menambahkan yang aneh-aneh! Walau aslinya memang begitu sih, tapi ini membuat orang merasa malu tahu!

Balas Sorata.


0 comments:

Post a Comment