Hai to Gensou no Grimgal [level 1] bab 22

Thursday, May 5, 2016

Persembahan Kami Untuk Mu

Aku selalu bertanya-tanya apa yang sebaiknya aku katakan ketika saatnya tiba ...

Entah kenapa, seolah-olah mereka sudah akrab sejak lama, namun sebetulnya pertemanan mereka masih seumur jagung. Bahkan seseorang mungkin akan mengatakan bahwa persahabatan mereka baru saja dibentuk, dan pertemuan mereka sangatlah singkat.

Seolah-olah, aku merasa seperti begitu memahami dirimu ... tapi sesungguhnya aku sama sekali tidak mengenalmu.

Haruhiro pernah berpikir bahwa Manato adalah orang yang baik, mudah untuk didekati, dan cerdas. Dia adalah seseorang yang bisa melakukan apa saja dan seorang pemimpin yang cakap. Mungkin, ia adalah seorang pria yang hampir sempurna. Tapi Haruhiro tidak menyadari kelemahannya, atau mungkin karena ia terus menutup-nutupi kekurangannya. Andaikan saja jika pertemanan mereka sedikit lebih lama, mungkin saja Haruhiro bisa melihat sisi lain dari pria itu.

Dia ingin tahu. Haruhiro ingin mengenal kepribadiannya yang sesungguhnya. Dia ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersamanya. Andaikan saja itu terjadi, maka Haruhiro akan mendapatkan lebih banyak pengalaman bersamanya. Mungkin mereka akan saling memarahi, mungkin mereka akan terhanyut dalam suatu pertarungan, mungkin mereka akan saling membenci, atau mungkin persahabatan mereka akan semakin tumbuh.

Mungkin juga, suatu hari nanti……. Shihoru akan mengungkapkan perasaannya padanya. Apa lagi ya?

Haruhiro tidak ingin percaya pada fakta bahwa perasaan manusia yang masih hidup tidak mampu mencapai mereka yang sudah mati. Dia tidak ingin percaya bahwa semua kata-katanya sekarang tidak ada artinya. Tapi semakin dia berpikir tentang hal itu, rasa sesak di dadanya semakin berat.

Ketika ia menutup matanya, ia melihat suatu gambar tentang temannya itu di masa lalu. Itu adalah suatu kehampaan; dan semuanya lenyap dilahap oleh api tanpa ampun. Semuanya lenyap, tak lebih dari abu dan tulang. Satu-satunya gambaran yang terlihat nyata bagi Haruhiro saat ini adalah, Manato berbaring di bawah bayangan batu nisan dan disinari oleh cahaya matahari terbenam.

"Kami sudah menjadi anggota Crimson Moon," kata Haruhiro. Pada batu nisan di mana terukir simbol bulan sabit, ia mengangkat lambang yang menyerupai koin perak.

Ranta, Mogzo, Yume, dan Shihoru juga, menunjukkan Emblem Crimson Moon milik mereka pada salah satu anggota Party yang kini telah tiada. Mary berdiri pada jarak agak jauh, sembari menundukkan pandangan dan meletakkan tangannya di dada.

"Sebenarnya mengumpulkan uang tidaklah harus selama ini," Haruhiro melanjutkan sembari mengencangkan cengkeramannya pada emblem tersebut. ”Tapi kita memiliki beberapa urusan tambahan yang harus kami selesaikan terlebih dahulu.”

Ranta mencaci. ”Sebenarnya, aku tidak peduli. Kalian lah yang memutuskan demikian.”

"Ranta bodoh," kata Yume sembari memegang erat tangannya.”Mengapa kau harus berlagak cok pintar di saat-saat seperti ini? Itu membuat semuanya membencimu.”

"Karena aku memang pintar. Aku adalah seorang Dark Knight, dan aku tidak peduli apa yang orang lain pikirkan.”

"Um, Yume," Shihoru dengan ringan menarik jubah Yume. ”Sok pintar, bukannya cok pintar ... lagipula kau tidak perlu menyebutnya begitu ...”

"Sungguh?" Jawab Yume dengan bingung.”Yume selalu mendengar ‘cok pintar’ ...”

"E-err ..." Mogzo menyela sembari menatap Shihoru.”Bukankah seharusnya kita melanjutkan ... ini?”

Shihoru melangkah menuju batu nisan itu, kemudian berjongkok. Dia merogoh sakunya dan mengeluarkan emblem yang berbentuk seperti koin. Dia sedikit ragu-ragu, kemudian dia mendekati batu nisan berukirkan bulan sabit, seakan-akan dia hendak menjepitkan koin itu padanya.

"Tunggu, Shihoru, bukan di situ," kata Haruhiro dengan cepat.

Shihoru berbalik, dengan wajah sedikit meraj.”M-maaf! Um, aku bingung, di mana ya tempat paling baik untuk meletakkannya, tapi ...”

"Yah, maksudku, di sana juga tidak masalah ... tapi mungkin tidak akan pas, karena bentuknya sungguh berbeda ...”

"... Ah, B-benar. Kau benar. M-maaf. Aku tidak hanya gemuk, tapi terkadang aku juga kikuk. B-Bagaimana kalau di sini?” Shihoru menempatkan emblem pada tanah, di sebelah batu nisan.

"... Manato," kata Shihoru, "ini adalah emblem kontrakmu. Kami membelinya dengan menggunakan uang telah kau tinggalkan, dan semuanya berpatungan untuk menutupi kekurangannya, bahkan Mary juga menyumbang. Mohon ... ambil ini.”

Andaikan Manato bisa mendengar, mungkin dia sudah tertawa dan berkata, "Kalian tidak perlu melakukan ini, lho." Mungkin juga dia akan mengatakan, "Ini hanya buang-buang uang, dan kalian lebih baik menggunakannya untuk membeli armor atau senjata. Uang tidak digunakan pada duniaku sekarang, tapi justru dunia kalian lah yang membutuhkannya.” Mungkin itu akan terdengar keren, seperti yang biasa dia katakan sebelumnya.

Tapi, tak peduli apapun yang dia katakan pada mereka, mereka tidak akan mendengarkan.

Bagaimanapun juga, kami bahkan tidak bisa mendengarmu sekarang, Manato. Jika kau ingin agar kami mendengarkan kata-katamu, maka katakan sesuatu yang sanggup kami dengar ... Biarkan kami mendengarkan kata-katamu lagi ...

Tapi Haruhiro tahu bahwa itu tidak mungkin terjadi. Dan jika mereka mati, apa yang akan terjadi pada mereka? Apakah mereka akan pergi ke tempat semacam surga? Apakah mereka akan bertemu Manato di sana? Dia tidak tahu. Tidak mungkin dia bisa tahu. Jika mereka mati ... tapi Haruhiro tidak mau mati hanya karena ingin bercakap-cakap lagi dengan Manato.

Perbedaan antara hidup dan mati sangatlah luas dan dalam, bagaikan dipisahkan oleh ngarai dan sungai yang mengalir deras. Ketika sungai itu dilintasi, tidak peduli apa yang terjadi setelah itu, tidak mungkin mereka bisa kembali lagi. Ini suatu perjalanan searah tanpa bisa berputar balik.
Grimgar Vol 1 y.jpg
Tidak ada lagi air mata. Namun Haruhiro sungguh merasa ingin berlama-lama di sini, sehingga ia duduk di rumput, lantas menarik salah satu lutut pada dadanya. Shihoru meletakkan tangannya di batu nisan dengan bahu gemetar. Yume berjongkok di samping Shihoru, merangkulnya, dan dengan lembut membelai kepala gadis itu.

Ranta menatap ke angkasa sembari menempatkan kedua tangan di pinggul. Mogzo menarik napas dalam dan perlahan mengembuskannya. Mary membiarkan rambutnya dibelai oleh angin, dan dia menatap pada kejauhan.

"Kami benar-benar sudah menjadi tim yang bagus," bisik Haruhiro; dia berbisik kepada teman yang tidak akan pernah kembali lagi pada mereka, dia berbisik sambil mengarahkan matanya pada kota. Lonceng yang berdentang malam itu menunjukkan pukul enam petang.

Benda yang melayang sedikit di atas cakrawala itu adalah setengah bulan berwarna merah. Benar juga ... mengapa di sini bulannya merah?

…"Sini"?

Dia berbalik menuju ke arah menara. Menara yang menjulang tinggi ke angkasa itu seolah-olah melihat ke bawah pada mereka. Menara itu. Ada sesuatu yang aneh padanya.

Haruhiro merasa seolah-olah dia telah melupakan sesuatu. Mereka semua datang ke sini dan bergabung dengan Crimson Moon, tapi apakah yang terjadi sebelum semua ini bermula? Berasal dari manakah mereka, dan apa yang mereka lakukan sebelumnya? Dia tidak tahu. Dia tidak ingat. Dan bukan hanya Haruhiro; hal yang sama juga berlaku pada mereka semua.

Sebelum mereka menyadari itu, mereka berada di sini. Tempat apakah ini? Dia hanya ingat kegelapan. Kegelapan? Tapi, dia tidak bisa memastikan. Dimanakah ini?

Menara. Menara itu. Pasti ada sesuatu yang terkait dengan menara itu. Tapi apa? Dia tidak tahu. Semakin dia memikirkannya, maka dia akan semakin bingung. Setiap kali dia hampir mengingatnya, semuanya lenyap begitu saja.

Manato ... Apa yang sedang kami lakukan di sini? Untuk tujuan apa?

Semuanya dipenuhi dengan keraguan. Bahkan sampai sekarang, sepertinya jawabannya tidak kunjung datang.

0 comments:

Post a Comment