Overlord [volume 1] Prolog

Friday, May 27, 2016

Overlord 

Cerita yang di mulai dari Yggdrasil sebuah game online terkenal yang di tutup di hari akhirnya, sang protagonist memutuskan untuk tinggal di dalam game tersebut hingga detik terakhir ia tetap berada di dalam game tercintanya tersebut sambil menunggu logout secara paksa dari server game nya, tidak di sangka game server tersebut tidak kunjung mati, alhasil momonga terjebak di dalam tubuh tengkoraknya dan di kirim ke dunia lain "The Powerfull Overlord" kini Ia menjelajahi dunia baru dan terus menghadapi tantangan.






Prologue :

Menghadap gadis muda dan adik perempuannya, Kesatria berlapis baja menaikkan pedangnya.
Belas kasihan itu diambil dengan satu ayunan tunggal. Terkena cahaya matahari, pedang itu bersinar tinggi di udara.

Gadis itu menutup matanya dan menggigit bibir bawahnya. Ekspresi wajahnya menunjukkan bahwa dirinya tidak pernah  ingin dalam situasi seperti ini.

Dia hanya menerimanya dengan pasrah karena memang tidak ada yang bisa ia lakukan. Jika dirinya mempunyai kekuatan atau semacamnya, ia akan menggunakannya untuk melawan Pria di depannya dan kemudian melarikan diri.

Sayangnya... gadis itu tidak memiliki kekuatan seperti itu.

Hanya ada satu kesimpulan.

Ia akan musnah di sini.

Pedang terayun ke bawah—

--Tetapi, ia tidak merasakan sakit.

Gadis itu membuka matanya yang tertutup rapat.

Hal pertama yang dilihat oleh gadis itu adalah pedang tersebut berhenti sebelum bisa terayun.

Dan kemudian yang dilihatnya kembali adalah pemegang pedang tersebut.

Pria itu telah berhenti bagaikan membeku di dalam es. Fokus Kesatria itu bukanlah lagi kepada dirinya. Keadaan tak berdaya Kesatria itu terlihat jelas dalam keterkejutan yang muncul dari dalam.
Bagaikan dituntun oleh pandagan si Kesatria tersebut, gadis itu juga mengikuti arah pandangan yang sama.

Lalu... ia melihat keputusasaan.

Hanya ada kegelapan.

Hitam pekat setipis kertas, namun dari kedalaman tak terduga. muncul dari tanah dalam bentuk bulat telur dengan bagian terpotong bawahnya. Sebuah tontonan yang membangkitkan hawa mistis dengan ketakutan yang tak terlukiskan.

Sebuah pintu?

Itulah yang berada di pikiran gadis itu setelah melihat itu.

Kemudian jantungnya berdetak kembali seraya membenarkan hal tersebut.

*Testes.*

Sesuatu jatuh dari kegelapan.

Saat itu juga gadis itu menyadari apa itu—

“Hiii!”

--Perempuan itu mengeluarkan jeritan menusuk.

Sebuah keberadaan yang tidak akan pernah manusia atasi.

Bola merah bergoyang bagaikan api keruh dalam rongga kantung mata tengkorak putih. Ketika berpapasan mata dengan kedua perempuan itu, mereka merasa seperti makhluk itu menatapnya dengan dingin bagaikan mangsa. Di tangannya yang tanpa kulit dan daging, terdapat tongkat suci tidak menakutkan yang memancarkan keindahan.

Makhluk itu bagaikan kematian itu snediri, terbungkus dalam hiasan, jubah legam hitam, terlahir ke dunia ini dengan kegelapan dari dunia lain.

Udara seperti membeku dalam sekejap mata.

Seolah-olah waktu itu sendiri telah dihentikan di depan Makhluk mutlak tersebut.

Gadis itu telah lupa bernafas seakan jiwanya telah dicuri. Dalam situasi seperti, di mana bahkan rasa waktu telah menghilang, ia bernafas terengah-engah.

--Malaikat kematian telah datang dari dunia sana untuk membawaku pergi.
Itu adalah pikiran gadis tersebut, tapi ia kemudian merasakan sesuatu yang salah. Kesatria di depan mereka juga berhenti bergerak.

“Urghh…”

Sebuah erangan kecil terdengar.

Dari siapa itu berasal? Itu mungkin dari dirinya, dari adiknya yang gemetar, dan Kesatria dengan pedang yang terbawa tinggi di depan matanya.

Dengan perlahan, jari-jarinya, yang tanpa daging dan hanya tulang tersebut, mengulur dan menunjuk—bukan kepada gadis-gadis tersebut, melaikan kepada sang Kesatria dan bergerak bagaikan mengambil sesuatu.

Gadis itu ingin berhenti melihat, tapi ia terlalu takut melakukannya. Dia merasa dirinya akan menyaksikan sesuatu yang jauh lebih menakutkan dari apa yang dilihatnya dari makhluk tadi.

<Grasp Heart>

Inkarnasi kematian itu membuat gerakan mengenggam, dan suara logam kerasa berdering tepat di sebelah gadis itu.

Ia terlalu takut untuk memalingkan matanya dari kematian tersebut, tapi terdorong keingintahuan kecil dari dalam hatinya, ia memalingkan matanya dan melihat Kesatria itu terbaring di permukaan tanah. Tidak bergerak lagi.

Dia sudah mati.

Ya... mati.

Krisis yang mengancam jiwa tadinya ada kini telah menghilang bagaikan itu semua hanyalah lelucon. Namun, dia tidak bersukacita gembira karena lolos dari kematian, karena kematian itu sendiri telah mengambil bentuk lebih nyata.

Menerima tatapan takut gadis itu, Kematian bergerak menuju gadis tersebut.

Kegelapan yang berkumpul di pusat pandangannya naik.
--Itu akan menelanku.

Berpikir seperti itu, gadis itu memeluk adiknya dengan erat.

Pikiran melarikan diri tidak ada di dalam kepalanya sekarang ini.

Jika lawannya manusia, ia bisa mengambil tindakan dengan sedikit harapan. Tapi, makhluk di depannya meniup semua gagasan yang akan muncul.

Setidaknya, biarkan aku mati tanpa rasa sakit.

Berdoa, itulah yang hanya bisa ia  lakukan.

Adik perempuannya, memeluk erat di pinggang, bergetar dalam ketakutan. Ia ingin menyelamatkan adik kecilnya, tapi dirinya tidak bisa. Gadis itu hanya bisa meminta maaf atas ketidakberdayaannya. Ia hanya berdoa agar tidak merasa kesepian, dan akan tetap bersama dengan adiknya meskipun dalam kematian.


Dan kemudian—

0 comments:

Post a Comment